28 February, 2009
Custom Bond
Latar Belakang Customs Bond
Pemerintah Indonesia pada tahun 1995 melalui SK Menteri Keuangan No. 108/KMK.01/1995 tanggal 13-03-1995 serta SKB tanggal 20-07-1995 antara Dirjen Lembaga Keuangan, Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Bapeksta keuangan,
menetapkan Undang-undang No. 10 / 95 yang melegalisasi seluruh barang impor yang tujuannya ekspor dapat menggunakan fasilitas impor sementara dengan beberapa alternatif sbb :
1. Uang Tunai
2. Jaminan Bank (Bank Garansi)
3. Jaminan Perusahaan Asuransi (Customs Bond)
4. Jaminan SSB (Surat Sanggup Bayar)
Ruang Lingkup Customs Bond
Suatu Perjanjian antara 3 pihak yang saling terkait yaitu :
1. Pihak Pertama disebut sebagai Penjamin (Surety Company) dalam perusahaan asuransi
2. Pihak Kedua disebut sebagai Terjamin (Prinsipal) dalam hal ini adalah perusahaan penerima fasilitas impor dari pemerintah
3. Pihak Ketiga disebut sebagai Penerima Jaminan (Obligee) dalam hal ini adalah Bapeksta Keuangan atau DitJen Bea Cukai
Keterangan :
• Bapeksta Keuangan menyetujui pemberian fasilitas pembebasan / penangguhan pungutan negara kepada Prinsipal
• Prinsipal mengajukan permohonan dan memperoleh Customs Bond dari Surety Company
• Prinsipal menyampaikan Customs Bond dan kemudian Laporan Realisasi Ekspornya ke Bapeksta Keuangan
• Jika Prinsipal gagal merealisasi ekspor dalam masa 12 bulan maka Bapeksta Keuangan akan menyampaikan SK Pencairan kepada Surety Company
Manfaat Customs Bond.
Sebagai suatu jaminan alternatif dari Bank Garansi yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh fasilitas impor dari pemerintah.
Adapun fasilitas impor dapat berupa Pembebasan atau Penangguhan pajak-pajak Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN, PPnBM dan Sanksi Administrasi (denda).
Fasilitas Impor Yang Dijamin Oleh Customs Bond
1. Pungutan negara untuk impor barang yang ada kaitannya dengan fasilitas Bapeksta Keuangan
2. Pungutan negara untuk barang yang diimpor sementara
3. Pungutan negara untuk impor barang yang diberikan ijin pengeluaran lebih dahulu dengan penangguhan bea masuk dan pungutan impor lainnya
4. Pungutan negara yang kurang dibayar sebagai akibat penetapan oleh pejabat bea cukai mengenai tarif dan/atau niali pabean yang diajukan keberatan
5. Sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan oleh pejabat bea cukai yang diajukan keberatan
6. Pungutan negara atas pengeluaran barang dari KABER maupun EPTE, yaitu berupa sub-kontrak atau reparasi mesin dll
Proses Penerbitan Dan Penggunaan Customs Bond
1. Prinsipal mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas impor kepada Bapeksta Keuangan/Ditjen Bea Cukai (Obligee)
2. Obligee menerbitkan surat keputusan pemberian fasilitas impor dan disampaikan kepada Prinsipal
3. Prinsipal mengajukan permohonan penerbitan Customs Bond kepada Surety Company dengan melampirkan PIB dan SK Pembebasan
4. Surety Company menerbitkan sertifikat Customs Bond dan diserahkan kepada Prinsipal
5. Prinsipal menyerahkan sertifikat Customs Bond bersama PIB yang telah ditanda sahkan oleh Bank Devisa kepada Obligee
6. Obligee menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan dan diserahkan kepada Prinsipal
7. Prinsipal menyerahkan PIB, SK Pembebasan dan STTJ kepada petugas bea cukai dilapangan untuk proses pengeluaran barang dari pelabuhan
8. Prinsipal melaksanakan kewajibannya selama jangka waktu penjaminan (maksimal 12 bulan)
Customs Bond
1. Prinsipnya tanpa Collateral
2. Jangka waktu sesuai PIB
3. Service Charge
4. Conditional
5. Perikatan tanggung renteng
6. Surety punya hak tuntut kepada Prinsipal
7. Re-asuransi Bank Garansi
1. Setor jaminan
2. Maksimum 1 (satu) tahun
3. Provisi
4. Unconditional
5. Perikatan pertanggungan sepihak
6. Bank mencairkan setoran jaminan
7. Ditahan sendiri
Customs Bond
1. Kegagalan Prinsipal
2. Perjanjian 3 pihak
3. Tidak berpegang pada hukum bilangan banyak
4. Premi sebagai service charge
5. Prinsip tidak dapat dibatalkan
6. False fact, tidak mempengaruhi Obligee
Asuransi
1. Accident Risks
2. Perjanjian 2 pihak
3. Berpegang pada hukum bilangan banyak
4. Premi sebagai dana pembayaran ganti rugi
5. Dapat dibatalkan oleh satu pihak
6. alse fact, menyebabkan kontrak batal
Surety Bond
Latar Belakang Pelaksanaan Surety Bond Di Indonesia
Pada tahun 1980 sebagai alternatif dari Bank Garansi, bisnis Surety Bond mulai diperkenalkan di Indonesia, yang merupakan jaminan untuk pengadaan barang /
jasa dan sumbernya dari APBN / APBD yang fungsinya untuk membantu pengusaha ekonomi lemah dalam melaksanakan proyek pemerintah.
Adapun dasar hukum dari pada bisnis Surety Bond di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. KEPPRES No. 14/A/1980
2. KEPPRES No. 29/1984
3. KEPPRES No. 16/1994
Ruang Lingkup Surety Bond
Penjaminan Surety Bond adalah suatu perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok (kontrak) yang melibatkan 3 (tiga) pihak yaitu :
1. Pemilik Proyek (Obligee) merupakan pemberi pekerjaan dan sekaligus sebagai penerima jaminan
2. Kontraktor (Prinsipal) merupakan pelaksanaan pekerjaan dan sekaligus sebagai pihak yang dijamin
3. Perusahaan Asuransi (Surety Company) merupakan pihak yang memberikan jaminan
Macam - Macam Surety Bond
1. Construction Contract Bond, terdiri dari (sesuai KEPPRES No.16/1994) :
* Jaminan Penawaran (Bid Bond) Limit Bid Bond : 1% - 3% dari nilai penawaran
* Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) Limit Performance Bond : 5% - 10% dari nilai kontrak
* Jaminan Uang Muka (Advance Payment Bond) Limit Advance Payment Bond : maks 30% dari nilai kontrak
* Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond) Limit Maintenance Bond : 5% dari nilai kontrak
2. Customs Bond
3. Supply Contract Bond
4. License and Permit Bond
5. Excise Bond (Alcohol and Tobacco)
6. Financial Guarantee Bond
7. Fidelity Bond (Agent and Employee)
Fungsi Construction Contract Bond
1. Jaminan Penawaran / Tender (Bid Bond) Sebagai syarat dalam rangka pelelangan suatu proyek dengan maksud agar peserta tender bersungguh-sungguh dalam mendapatkan proyek yang ditenderkan dan juga agar Prinsipal yang bersangkutan mengundurkan diri atau tidak bersedia melanjutkan kontrak akan dikenakan sanks
2. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) Sebagai syarat dalam rangka penandatanganan kontrak kerja atas tender yang dimenangkannya dan juga apabila Prinsipal tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kontrak maka Surety Coy akan memberikan ganti rugi kepada Obligee dengan limit maksimum sebesar nilai jaminan
3. Jaminan Uang Muka (Advance Payment Bond) Sebagai syarat apabila Prinsipal mengambil / menerima uang muka dengan maksud untuk memperlancar pembiayaan proyek atau tender yang dimenangkannya, apabila Prinsipal tidak dapat mengembalikan uang muka kepada Obligee maka Surety akan mengembalikan kepada Obligee sebesar jumlah uang muka yang diterima Prinsipal dikurangi dengan cicilan/tahapan pembayaran prestasi kerja
4. Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond) Sebagai pengganti dari sejumlah uang yang ditahan oleh Obligee maka Surety Company akan membayar kepada Obligee apabila Prinsipal tidak melaksanakan kewajibannya dalam memperbaiki kerusakan-kerusakan dan/atau kekurangan-kekurangan dalam masa pembangunan
Surety Bond
1. Prinsipnya tanpa Collateral
2. Jangka waktu sesuai kontrak
3. Service Charge
4. Conditional
5. Perikatan tanggung renteng
6. Surety punya hak tuntut kepada Prinsipal
7. Re-asuransi Bank Garansi
1. Setor jaminan
2. Maksimum 1 (satu) tahun
3. Provisi
4. Unconditional
5. Perikatan pertanggungan sepihak
6. Bank mencairkan setoran jaminan
7. Ditahan sendiri
Surety Bond
1. Kegagalan Prinsipal
2. Perjanjian 3 pihak
3. Tidak berpegang pada hukum bilangan banyak
4. Premi sebagai service charge
5. Prinsip tidak dapat dibatalkan
6. False fact, tidak mempengaruhi Obligee Asuransi
1. Accident Risks
2. Perjanjian 2 pihak
3. Berpegang pada hukum bilangan banyak
4. Premi sebagai dana pembayaran ganti rugi
5. Dapat dibatalkan oleh satu pihak
6. False fact, menyebabkan kontrak batal
(Anwar)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment